Followers

Media Berguna Bagi Yang Mau Membaca!!!!

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

 Nama    : Rohman Fandi
 NPM    : 11.1.01.10.0311


PEMBELAJARAN YANG MENARIK

Bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah maupun kuliah masih memiliki satu kewajiban yang cukup penting. Yaitu belajar dengan giat untuk menyosong masa depan mereka sendiri.
Sebenarnya belajar itu sendiri adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, baik dengan membaca buku maupun praktik lapangan secara langsung.
Pada era globalisasi dan modern ini, marilah kita berusaha untuk belajar lebih giat. Tapi semua itu sudah dilakukan atau belum? Kita tentu sepakat jika dinyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan minat belajar makin ke depan makin berkurang. Misalnya saja sekarang ini anak di bangku sekolah yang dalam kegiatan belajar membaca dan menulis bahasa Indonesia yang sesuai dengan EYD semakin jarang, bahkan banyak di jumpai bahasa-bahasa gaul. Juga tidak taunya terhadap lagu-lagu daerahnya sendiri.
Jika diperhatikan, banyak hal yang mempengaruhi tingkat belajar anak pada masa sekarang ini, yaitu tingkat kemalasan/kejenuhan anak dalam belajar. Sifat malas ini muncul karna situasi anak didik pada saat belajar itu tidak adanya rasa minat berlebih pada apa yang akan dipelajarinya. Tempat yang tidak nyaman, kenyamanan saat belajar juga cukup berperan besar dalam proses belajar siswa. Jika tempat untuk belajar sangat nyaman pastinya siswa akan cepat mengerti dengan yang sedang dipelajarinya,begitu pula sebaliknya. Majunya teknologi dan komunikasi, maka tidak menutup kemungkinan semangat anak untuk belajar semakin berkurang. Hal ini disebabkan maraknya permainan-permainan  online, internet dan tayangan-tayangan televisi yang semakin beragam. Membuat anak semakin  sering bermain game-game online dan internet dibandingkan harus belajar atau membaca buku. Pengaruh teman sepermainan dan lingkungan, pengaruh lingkungan dan teman sepermainan sangat mempengaruhi tingkat kesadaran anak didik untuk menjalankan kewajibannya yaitu belajar. Jika bisa memaklumi antara sebuah hak dan kewajiban untuk seorang anak didik pasti bisa membagi waktunya antar belajar dan bermain dengan baik, begitu pula sebaliknya.
Untuk mengkristalkan pertumbuhan dan perkembangan minat anak terhadap sikap belajar yang mampu berfungsi sebagai alat komunikasi politik, budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi maka perlu dilakukan tindakan-tindakan kongkret seperti: (1) pemantapan bahwasanya belajar itu penting bagi anak didik; (2) pemantapan kedudukan dan fungsi dari belajar adalah bekal untuk masa depan; (3) pemantapan usaha pembinaan belajar secara rutin; (4) pemantapan belajar sebagai jendela dunia yang bisa dilihat kapan saja; (5) pembudayaan penggunaannya dalam berbagai aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan pembelajaran formal dan non formal, baik resmi maupun tidak resmi, termasuk dalam dunia pengetahuan alam dan sosial, dan dunia internet.
Mungkin belajar yang menyenangkan dan memiliki kesan yang membangun motivasi anak adalah proses belajar yang cukup efektif bagi para siswa yang sulit untuk belajar.dan cara-cara belajar yang menyenangkan dan menarik diantaranya, sebagai berikut :
(1) Belajar dengan menggunakan media gambar. Ini merupakan salah satu media untuk menarik minat siswa, jika hanya dengan menggunakan media buku dan papan tulis mungkin tidak begitu bisa menarik perhatian para siswa.
(2) Memasukkan unsur nyanyian dalam menghafal pembelajaran tertentu. Dengan nyanyian dalam menghafal materi-materi pembelajaran mungkin lebih cepat melekat pada memori siswa dibandingkan dengan hanya membaca buku.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

LANGKAH LANGKAH BIMBINGAN DI SEKOLAH


Disusun oleh: Yuli Annaningtyas
NPM             : 11.1.01.10. 0389

LANGKAH LANGKAH BIMBINGAN DI SEKOLAH


Agar memudahkan Anda melakukan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, hendaknya perlu diketahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam memberikan layanan Bimbingan Konseling pada siswa Anda terutama mereka yang mempunyai masalah. Adapun langkah-langkah tersebut meliputi:
a. Identifikasi Masalah
Pada langkah ini yang harus diperhatikan guru adalah mengenal gejala-gejala awal dari suatu masalah yang dihadapi siswa. Maksud dari gejala awal disini adalah apabila siswa menujukkan tingkah laku berbeda atau menyimpang dari biasanya. Untuk mengetahui gejala awal tidaklah mudah, karena harus dilakukan secara teliti dan hati-hati dengan memperhatikan gejala-gejala yang nampak, kemudian dianalisis dan selanjutnya dievaluasi. Apabila siswa menunjukkan tingkah laku atau hal-hal yang berbeda dari biasanya, maka hal tersebut dapat diidentifikasi sebagai gejala dari suatu masalah yang sedang dialami siswa. Sebagai contoh, Benin seorang siswa yang mempunyai prestasi belajar yang bagus, untuk semua mata pelajaran ia memperoleh nilai diatas rata-rata kelas. Dia juga disenangi teman-teman maupun guru karena pandai bergaul, tidak sombong, dan baik hati. Sudah dua bulan ini Benin berubah menjadi agak pendiam, prestasi belajarnyapun mulai menurun. Sebagai guru Bimbingan Konseling, ibu Heni mengadakan pertemuan dengan guru untuk mengamati Benin. Dari hasil laporan dan pegamatan yang dilakukan oleh beberapa orang guru, ibu Heni kemudian melakukan evaluai berdasarkan masalah Benin dengan gejala yang nampak. Selanjutnya dapat diperkirakan jenis dan sifat masalah yang dihadapi Benin tersebut. Karena dalam pengamatan terlihat prestasi belajar Benin menurun, maka dapat diperkirakan Benin sedang mengalmi masalah ” kurang menguasai materi pelajaran “. Perkiraan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan langkah selanjutnya yaitu diagnosis.

b. Diagnosis
Pada langkah diagnosis yang dilakukan adalah menetapkan ” masalah ” berdasarkan analisis latar belakang yang menjadi penyebab timbulnya masalah. Dalam langkah ini dilakukan kegiatan pengumpulan data mengenai berbagai hal yang menjadi latar belakang atau yang melatarbelakangi gejala yang muncul. Pada kasus Benin, dilakukan pengumpulan informasi dari berbagai pihak. Yaitu dari orang tua, teman dekat, guru dan juga Benin sendiri. Dari informasi yang terkumpul, kemudian dilakukan analisis maupun sistesis dan dilanjutkan dengan menelaah keterkaitan informasi latar belakang dengan gejala yang nampak. Dari informasi yang didapat, Benin terlihat menjadi pendiam dan prestasi belajamya menurun. Dari informasi keluarga didapat keterangan bahwa kedua orang tua Benin telah bercerai. Berdasarkan analisis dan sistesis, kemudian diperkirakan jenis dan bentuk masalah yang ada pada diri Benin yaitu karena orang tuanya telah bercerai menyebabkan Benin menjadi pendiam dan prestasi belajarnya menurun, maka Benin sedang mengalami masalah pribadi.

c. Prognosis
Langkah prognosis ini pembimbing menetapkan alternatif tindakan bantuan yang akan diberikan. Selanjutanya melakukan perencanaan mengenai jenis dan bentuk masalah apa yang sedang dihadapi individu. Seperti rumusan kasus Benin, maka diperkirakan Benin menghadapi masalah, rendah diri karena orang tua telah bercerai sehingga merasa kurang mendapat perhatian dari mereka. Dari rumusan jenis dan bentuk masalah yang sedang dihadapi Benin, maka dibuat alternatif tindakan bantuan, seperti memberikan konseling individu yang bertujuan untuk memperbaiki perasaan kurang diperhatikan, dan rendah diri. Dalam hal ini konselor menawarkan alternatif layanan pada orang tua Benin dan juga Benin sendiri untuk diberikan konseling. Penawaran tersebut berhubungan dengan kesediaan individu Benin sebagai orang yang sedang mempunyai masalah (klien).
 Dalam menetapkan prognosis, pembimbing perlu memperhatikan:
 1) pendekatan yang akan diberikan dilakukan secara perorangan atau kelompok
 2) siapa yang akan memberikan bantuan, apakah guru, konselor, dokter atau individu lain yang lebih ahli
3) kapan bantuan akan dilaksanakan, atau hal-hal apa yang perlu dipertimbangkan.
Apabila dalam memberi bimbingan guru mengalami kendala, yaitu tidak bisa diselesaikan karena terlalu sulit atau tidak bisa ditangani oleh pembimbing, maka penanganan kasus tersebut perlu dialihkan penyelesainnya kepada orang yang lebih berwenang, seperti dokter, psikiater atau lembaga lainnya. Layanan pemindahtanganan karena masalahnya tidak mampu diselesaikan oleh pembimbing tersebut dinamakan dengan layanan referal. Pada dasarnya bimbingan merupakan proses memberikan bantuan kepada pihak siswa agar ia sebagai pribadi memiliki pemahaman akan diri sendiri dan sekitarnya, yang selanjutnya dapat mengambil keputusan untuk melangkah maju secara optimal guna menolong diri sendiri dalam menghadapi dan memecahkan masalah, dan siswa atau individu yang mempunyai masalah tersebut menetukan alternatif yang sesuai dengan kemampuannya.

d. Pemberian Bantuan
Setelah guru merencanakan pemberian bantuan, maka dilanjutkan dengan merealisasikan langkah-langkah alternatif bentuk bantuan berdasarakn masalah dan latar belakang yang menjadi penyebanya. Langkah pemberian bantuan ini dilaksanakan dengan berbagai pendekatan dan teknik pemberian bantuan. Pada kasus Benin telah direncanakan pemberian bantuan secara individual. Pada tahap awal diadakan pendekatan secara pribadi, pembimbing mengajak Benin menceritakan masalahnya, mungkin pada awalnya Benin akan sangat sulit menceritakan masalahnya, karena masih memiliki perasaan takut atau tidak percaya terhadap pembimbing. Dalam hal ini pembimbing dituntut kesabarannya untuk bisa membuka hati Benin agar mau menceritakan masalahnya, dan menyakinkan kepada Benin bahwa masalahnya tidak akan diceritakan pada orang lain serta akan dibantu menyelesaikannya. Pemberian bantuan ini dilakukan tidak hanya sekali atau dua kali pertemuan saja, tetapi perlu waktu yang berulang-ulang dan dengan jadwal dan sifat pertemuan yang tidak terikat, kapan Benin sebagai individu yang mempunyai masalah mempunyai waktu untuk menceritakan masalahnya dan bersedia diberikan bantuan. Oleh sebab itu seorang pembimbing harus dapat menumbuhkan transferensi yang positif dimana klien mau memproyeksikan perasaan ketergantungannya kepada pembimbing (konselor).

e. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Setelah pembimbing dan klien melakukan beberapa kali pertemuan, dan mengumpulkan data dari beberapa individu, maka langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Evaluasi dapat dilakukan selama proses pemberian bantuan berlangsung sampai pada akhir pemberian bantuan. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik, seperti melalui wawancara, angket, observasi diskusi, dokumentasi dan sebagainya. Dalam kasus Benin, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara antara pembimbing dengan Benin sendiri, pembimbing dengan orang tua Benin, teman dekat atau sahabat Benin, dan beberapa orang guru. Observasi juga dilakukan terhadap Benin pada jam istirahat, bagaimana Benin bergaul dengan temannya, bagaimana teman-temannya memperlakukan Benin dan sebagainya. Sedang observasi yang dilakukan baik oleh pembimbing maupun guru, yaitu untuk mengetahui aktivitas Benin dalam menerima pelajaran, sikapnya di dalam kelas saat mengikuti pembelajaran. Pembimbing juga berkunjung kerumah Benin guna mengetahui kondisi rumah Benin sekaligus mewawancarai orang tuanya mengenai sikap Benin di rumah Dari beberapa data yang telah tekumpul, kemudian pembimbing mengadakan evaluasi untuk mengetahui sampai sejauh mana upaya pemberian bantuan telah dilaksanakan dan bagaimana hasil dari pemberian bantuan tersebut, bagaimana ketepatan pelaksanaan yang telah diberikan. Dari evaluasi tersebut dapat diambil langkah-langkah selanjutnya; apabila pemberian bantuan kurang berhasil, maka pembimbing dapat merubah tindakan atau mengembangkan bantuan kedalam bentuk yang berbeda
Sumber (Peran Guru dalam Proses Bimbingan Konseling)








Peran serta guru dalam layanan bimbingan peserta didik di sekolah.

Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, tidak lepas dari peranan berbagai pihak di sekolah. Selain Guru Pembimbing atau Konselor sebagai pelaksana utama, penyelenggaraan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga perlu melibatkan kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas.
Berikut akan dijabarkan peran masing-masing komponen pejabat di sekolah tersebut dalam layanan bimbingan dan konseling:

A. Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling, sebagai berikut :
1.Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
2.Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
3.Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
4.Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
5.Memfasilitasi guru pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya, melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi.
6.Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.

B. Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.
Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
1.Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa.
2.Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
3.Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
4.Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
5.Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
6.Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
7.Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
8.Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
Sardiman (2001:142) menyatakan bahwa ada sembilan peran guru dalam kegiatan Bimbingan dan Konseling, yaitu:
1)      Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2)      Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
3)      Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
4)      Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5)      Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
6)      Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
7)      Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
8)      Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9)      Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.

C. Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :
1.Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
2.Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya.
3.Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling.
4.Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus.
5.Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.




  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments0

KARAKTERISTIK SISWA MEDIA DAN METODE PEMBELAJARAN DI SD

Disusun Oleh  :  yayuk
NPM               :  11.1.01.10.0376



Pemahaman peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiawaan merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan. Oleh karena itu, hasil kajian dan  penemuan sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Misalnya, pengetahuan tentang kharakteristik anak usia SD , cara penyelenggaraan pendidikan pada jenjang SD, dan konsep bimbingan konseling untuk anak SD.
Dari pemahaman tersebut diharapkan, sebagai implikasinya pendidik tidak mungkin memberi perlakuan  yang sama kepada setiap peserta didik, sekalipun mereka mungkin memiliki beberapa persamaan. Penyusun kurikulum perlu berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalamn belajar yang akan dijadikan garis- garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang di gariskan.
Sebelum kita membahas lebih jauh sebaiknya kita perlu memahami beberapa pengertian untuk dapat kita gunakan sebagai acuan dalam memahami kharakteristik anak usia SD. Dalam memahami kharakteristik anak usia SD, kita harus mengerti tentang beberapa aspek antara lain : perkembangan, pertumbuhan, proses belajar dan kematangan. Perkembangan adalah : proses terjadinya perubahan pada manusia baik secara fisik ataupun secara mental sejak berada di dalam kandungan samai manusia tersebut meninggal. Proses perkembangan pada manusia terjadi dikarenakan manusia mengalami kematangan dan proses belajar dari waktu ke waktu.
Kematangan adalah perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, misalnya seorang anak yang beranjak menjadi dewasa akan mengalami perubahan pada fisik dan mentalnya.
Peserta didik selalu berada dalam prosesperubahan, baik karena pertumbuhan maupun karena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pengaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungannya. Sebagai contoh pertumbuhan adalah dorongan untuk berbicara karena kematangan organ bicara pada usia 1-2 tahun, sedangkan penggunaan bahasa tertentu daalm bicara tergantung pada lingkungannya sebagai akibat perkembangan.
Selain itu, belajar adalah sebuah proses yang berkesinambungan dari sebuah pengalaman yang akan membuat suatu individu berubah dari tidak tau menjadi tahu (kognitif), dari tidak mau menjadi mau (afektif), dari tidak bisa menjadi bisa (psikomotorik), misalnya: seseorang anak yang belajar mengendarai sepeda akan terlebih dahulu diberi pengarahan oleh  orang tuannya lalu anak tersebut mencoba. Untuk mengendarai sepeda hingga bisa.
Proses kematangan dan belajar ankan sangat menentukan kesiapan belajar pada seseorang, misalnya seseorang yang proses kematangan belajarnya baik akan kesiapan belajar yang jauh lebih baik dengan seseorang yang proses belajarnya buruk (Tirtarahardja dan S. L La Sulo, 2005:108-109).
Dari pengertian tersebut dapat kita ketahui bahwa perkembangan merupakan proses perubahan pada manusia baik secar fisik maupun secara mental, kematangan merupakan perubahan yang terjadi pada individu dikarenakan adanya pertumbuhan fisik dan biologis, sedangkan pertumbuhan terjadi sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan. Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh dalam proses pembentuksn kharakter seseorang.
Dalam pengertian kharakter dapat kita ketahui beberapa pendapat menurut Puewardarminta karakter adalah watak, tabiat, atau sifat-sifat kejiwaan. Abin Syamsuddin Makmun mengatakan bahwa karakter adalah satu aspek dari kepribadian,dimana karakter adalah konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsisten atau teguh tidaknya dalam memegang pendidikan atau pendapat. Menurut Wyne, kata karakter berasal dari bahasa yunani “karasso” yang berarti “tomark” yaitu menandai atau mengukir. Yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk atau tingkah laku.
Dalam KBBI . karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari pada yang lain.
Sedangkan wtak dalam kamus bahasa indonesia disrtikan sebagai batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, tabiat dasar (Depdiknas 2005: 1270)
Dengan beberapa pengertian tesebut dapat di katakan bahwa karakteristik siswa adalah : merupakan semua watak yang nyata dan timbul dalam suatu tindakan siswa dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga dengan demikian, karena watak dan perbuatan manusia yang tidak akan lepas dari kodrat, dan sifat, serta bentuknya yang berbeda-beda, maka tidak heran jika bentuk dan karakter setiap siswa juga beebeda-beda sesuai dengan keadaan pribadinya.
Dari pengertian karakter tersebut maka dapat kita ketahui karakteristik anak usia SD , jika kita ketahui karakteristik anak SD mempermudah dalam proses belajar mengajar. Adapun beberapa pendapat tentang karakteristik anak usia SD.
Menurut Nasution (1993:44) masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akir yang berlangsung dari usia enam tahun sampai dua belas tahun. Usia ini biasanya di tandai dengan anak mulai masuk sekolah dasar dan mulainya sejarah baru kehidupannya yang akan mengubah sikap-sikap tingkah lakunya. Hal ini lebih dikenal “masa sekolah” karena masa ini anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal. Masa sekolah juga sering disebut sebagai masa matang untuk belajar atau masa matang untuk sekolah. Di katakan masa matang untuk belajar, karena anak sudah berusaha untuk mencapai sesuatu, akan tetapi perkembangan aktifitas bermain yang hanya bertujuan untuk mendapatkan kesenangan waktu beraktifitas.
Adapun bentuk dan karakter siswa SD masa kelas-kelas rendah. Kisaran usia anak berada dalam rentang 5-9 tahun. Usia ini disebut juga sebagai usia sekolah. Karakteristik anak usia 5 tahun sampai umur 9 tahun :
1.      Imajinatif serta menyenangi suara dan ritmik
2.      Menyenangi pergaulan aktivitas dan berkompetitif, dan rasa ingintahunya besar.
3.      Selalu memikirkan sesuatu yang di butuhkan dan menyenangi aktifitas kelompok
4.      Meningkatnya minat pada permainan yang terorganisasi
5.      Cenderung membandingkan dirinya dengan teman- temanya, senang meniru idola
6.      Mudah gembira dan sedih, selalu mengiginkan persetujuan orang dewasa tentang apa yang diperbauat.

Karakteristik anak usia antara 10-12 tahun atau masa kelas-kelas tinggi SD :
1.      Menyenangi permainan aktif
2.      Minat terhadap olahraga kompetitif dan permainan terorganisasi meningkat
3.      Rasa kebanggaan akan keterampilan yang dikuasai tinggi
4.      Mencari perhatian orang dewasa
5.      Pemuja kepahlawanan tinggi
6.      Mudah gembira, kondisi emosionalnya tidak stabil
7.      Mulai memahami arti akan waktu dan ingin mencapai sesuatyu pada waktunya

Menurut Santrock, 1998, anak usia akhir sesungguhnya dikelilingi oleh 3 lingkungan yang berbeda, yakni keluarganya, teman sebaya dan lingkungan sekolah. Ketiga lingkungan ini membawa dampak yang berbeda-beda terrhadap tumbuh kembang anak.
1.      Lingkungan keluarga
Pada usia akhir, waktu anak-anak bersama keluarganya cenderung berkurang karena anak lebih banyak di sekolah dan atau bemain dengan teman-teman sebayanya. Namun, meskipun demikian, dalam hal penanaman norma sosial, kontrol, dan disiplin, orang tua masih memiliki peranan penting bagi anak. Kontrol yang diberikan orang tua terhadap anak lebih berkaitan dengan memonitor perkembangan anak, mengarahkan dan memberi support/dukungan, pemanfaatan waktu secara efektif ketika mereka langsung berhubungan dengan anak-anaknya., sdan orangtua berusaha menanamkan kepada anak kemampuan untuk mengontrol perilaku mereka sediri, untuk menghindari resiko cidera, untuk memahami perilaku yang di harapkan, damn merasakan dukungan, dan merasakan dukungan dari orang tuanya.
2.      Teman sebaya
Pada anak usia akhir, mereka memang lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya. Teman bagi anak usia akhir memiliki 6 fungsi yaitu : persahabatan, stimulasi/ mendorong, phsycal support, ego support, untuk perbandingan sosial, keintiman/ relasi afeksi. Adanya kesamaaan dan perasaaan dekat/ intim merupakan dua hal penting dalam sebuah relasi pertemanan dengan teman sebayanya.
3.      Lingkungan sekolah
Lingkungan ini memberikan dampak yang cukup besar terhadap siswa karena anak-anak mengahabiskan waktunya di sekolah. Guru memiliki peran penting mempengaruhi perkembangan anak. Selain itu di sekolah anak mempelajari perbedaan-perbedaan antara dirinya dengan teman-temannya yang sangat beragam. Perbedaan ini bermacam-macam berkaitan dengan fisik, karakter, latar belakang sosial ekonomi, dan juga suku.
Adapun bentuk-bentuk karakter anak SD adalah : senang bermain bermain, senang bergerak, anak senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan/ memperagakan sesuatu secara langsung. Dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Senang bermain
Karakteristik ini menurut guru SD untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk kelas rendah. Guru SD seyogyanya merancang model pembelajaran yang memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya. Guru hendaknya mengembangkan model pengajaran yang serius tapi santai. Penyusunan jadwal pelajaran hendaknya di selang seling antara mapel serius seperti ipa, matematika dengan pelajaran yang mengandung unsur permainan seperti pendidikan jasmani, atau seni budaya dan ketrampilan.
2.      Senang bergerak
Orang dewasa dapat duduk berjam-jam, sedangkan anak SD dapat duduk dengan tenang palin lama sekitar 30 menit. Oleh karena itu, gutu hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah atau bergerak . menyuruh anak untuk duduk rapi untuk jangka waktu yang lama, dirasakan anak sebagai siksaan.
3.      Anak senang bekerja dalam kelompok
Dari pergaulannya dengan kelompok sebayanya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi, seperti : belajar memenuhi aturan-aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar memerimanya tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajari olah raga dan membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok, serta belajar keadilan dan demokrasi.
Karakteristik ini membawa implikasi bahwa guru harus merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak untuk bekerja atau belajar dalam kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok. Guru dapat meminta siswa untuk membentuk kelompok kecil dengan anggota 3-4 orang untuk mempelajari atau menyelesaikan suatu tugas secara.
4.      Senang merasakan atau melakukan/ memperagakan sesuatu secara langsung
Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap operasional kongkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep lama. Berdasakan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Bagi anak SD, penjelasan guru tentang materi pelajarn akan lebih dipahami jika anak melaksanakan sendiri, sama halnya dengan memberi contoh bagi orang dewasa.
Dengan demikian guru hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh anak lebih memahami tentang solat jika langsung dengan prakteknya.
Pengembangan diri bertujuan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar dan pengembangan diri peserta didik.

Karakteristik Anak SD
Anak SD merupakan anak dengan katagori banyak mengalami perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Usia anak SD yang berkisar antara 6 – 12 tahun menurut Seifert dan Haffung memiliki tiga jenis perkembangan :
  1. Perkembangan Fisik
Hal tersebut mencakup pertumbuhan biologis misalnya pertumbuhan otak, otot dan tulang. Pada usia 10 tahun baik lai-laki maupun perempuan tinggi dan berat badannya bertambah kurang lebih 3,5 kg. Namun setelah usia remaja yaitu 12 -13 tahun anak perempuan berkembang lebig cepat dari pada laki-laki, Sumantri dkk (2005).
  1. Perkembangan Kognitif
Hal tersebut mencakup perubahan – perubahan dalam perkembangan pola fikir.Perkembangan kognitif seperti dijelaskan oleh Jean Piaget dapat dijelaskan berdasarkan tiga pendekatan perkembangan yaitu :
    1. Tahapan Pra Oprasional
    2. Tahapan Oprasional Konkrit
    3. Tahapan Oprasional Formal
  1. Perkembangan Psikososial
Hal tersebut berkaitan dengan perkembangan dan perubahan emosi individu. Seperti dijelaskan oleh Robert J. Havighurst mengemukakan bahwa setiap perkembangan individu harus sejalan dengan perkembangan aspek lain seperti di antaranya adalah aspek psikis, moral dan sosial. Sejalan dengan R. J. Havighurst di atas, Syaodih (2007) menjelaskan tahapan perkembangan anak jika dipandang dari aspek psikis, moral dan sosial adalah :
Ketiga jenis perkembangan tersebut berjalan tergantung dari perkembangan masing masing jenis seperti tersebut di atas yang berbeda. Hal tersebut tergantung dari variabel stimulan yang mendorong. Apabila rangsangan fisik yang sering diberikan maka faktor fisik anak yang berkembangan demikian juga halnya dengan faktor kognitif dan psikososial.
Karakteristik Pembelajaran Matematika SD
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen, matematika mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu yang berimplikasi pada daya eksplorasi fikiran manusia. Perkembangan pesat ilmu pengetahun dan teknologi dewasa ini sebagian besar berasal dari perkembangan ilmu terapan matematika. Maka penguasaan ilmu matematika dasar maupun terapan adalah kunci dari suatu keinginan untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga penguasaan matematika dasar sedapat mungkin telah dimulai semenjak dini.
Mata pelajaran matematika diberikan pada tingkat sekolah dasar selain untuk mendapatkan ilmu matematika itu sendiri demikian juga untuk mengembangkan daya berfikir siswa yang logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif dan mengembangkan pola kebiasaan bekerjasama dalam memecahkan masalah. Kompetensi tersebut diperlukan siswa dalam mengembangkan kemampuan mencari, memperoleh, mengelola dan pemanfaatan informasi berdasarkan konsep berfikir logis ilmiah dalam rangka bertahan dalam kehidupan yang serba tidak pasti. Di era globalisasi dewasa ini segala hal dalam bertahan hidup memerlukan kesiapan dalam berkompetisi baik dalam sekala lokal maupun internasional.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar pada kurikulum KTSP disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di atas. Matematika mengedepankan pendekatan pemecahan masalah yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan pemecahan tidak tunggal dan berbagai masalah matematis dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah maka perlu dikembangkan keterampilan menemukan masalah, mencari penyebab masalah, mengembangkan teknik mencari solusi pemecahan masalah dan menemulkan solusi yang paling tepat dalam pemecahan masalah. Walaupun dalam tataran sekolah dasar pengembangan sikap logis ilmiah tersebut sangat perlu tetapi dalam tataran permasalahan yang sederhana dan kontekstual. Dalam setiap kesempatan pembelajaran matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (BNSP 2006) hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) Dengan mengajukan permasalahan yang kontekstual maka secara bertahap siswa terbimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran guru diharapkan menggunakan pendekatan, metode dan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Mata pelajaran matematika pendidikan sekolah dasar bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut :
    1. Memahami konsep matematika , menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, effesien dan tepat dalam pemecahan masalah
    2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
    3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
    4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, dan atau media lain untuk memperjelas keadaan dan masalah.
    5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yang didasari oleh rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Ruang lingkup mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan sekolah dasar meliputi aspek bilangan, giometri dan pengukuran serta pengolahan data. Bilangan membahas tentang kaedah konsep simbolisasi lambang bilangan dan perhitungan dasar sederhana yang banyak melibatkan media konkrit dan media manipulatif lainnya. Giometri dan pengukuran lebih fokus membelajarkan siswa tentang konsep ruang dan ukurannya dengan perhitungan dasar yang sederhana menggunakan media konkrit dan media manipulatif lainnya. Sedangkan Pengolahan data lebih banyak membahas tentang hakekat data, cara mengolah dan membaca data berdaasrkan kaidah rasional dan ilmiah menggunakan data-data konkrit dan data manipulatif. Penggunaan media dari konkrit ke absatrak mempertimbangkan tingkatan kelas dan daya nalar siswa. Semakin tinggi tingkatan siswa maka penggunaan media di arahkan ke semi abstrak (manipulatif) sampai tingkatan abstrak. Demikian juga semakin tinggi daya nalar logis siswa maka semakin berani bagi guru menggunakan media yang semi abstrak sampai abstrak. Hal ini terjadi pada kasus jika ditemukan siswa yang memiliki keberbekatan yang tinggi di bidang matrmatika. Sehingga siswa tersebut diberikan perlakuan khusus sebagai siswa berbakat, jenius dan sejenisnya.
Hal tersebut sejalan dengan pandangan kaum konstruktifistik yang memandang bahwa pengetahuan adalah atas dasar bentukan kita sendiri seperti dikemukakan oleh Von Glaserfeld dalam Suparno (1997). Von Glaserfeld menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah suatu tiruan dan gambaran dari suatu kenyataan yang ada. Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif berdasarkan fakta dalam aktifitas seseorang dalam membagun pengalamanya sendiri. Seseorang membentuk skema, katagori, konsep dan struktur pengetahuan yang diperlukan dalam membangun strukgur kognitifnya.
Para konstruktifistik memandang bahwa satu satunya sarana yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungan dengan menggunakan segenap panca indranya. Para kontruktifistik percaya bahwa pengetahuan tumbuh, berkembang dan ada dalam diri seseorang yang dalam keadaan mencari tahu tentang sesuatu. Pengetahuan tidak begitu saja dapat dipindahkan dari guru kepada siswanya. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang dibelajarkan guru yang disesuaikan dengan pengalaman-pengalamannya sendiri.
Menurut paham konstrufistik balajar merupakan proses hasil konstruksi sendiri sebagai hasil interaksinya dengan berbagai lingkungan dan pengalaman belajar. Pengkontruksian pemahaman dalam ivent belajar melalui proses asimilasi dan akomodasi. Secara hakiki proses asimilasi dan akomodasi terjadi sebagai usaha peserta didik untuk menumbuhkembangkan pengetahuan yang ada dibenaknya (Heinich, et.al 2002) Pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik awalnya disebut dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Proses asimilasi terjadi apabila terdapat kesesuaian antara pengalaman baru dengan prakonsepsi yang sudah dimiliki siswa. Sedangkan akomodasi terjadi jika pengalaman baru tidak sesuai dengan prakonsepsi yang sudah dimiliki siswa. Prinsip ini dikembangkan oleh para pakar pendidikan bahwa ada satu hal lagi yang terjadi di struktur kognitif siswa jika kedua hal antara asimilasi dan akomodasi terjadi yang diistilahkan dengan generalisasi.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika dan sains maka para kontrutifisme bergerak pada sisi mengusahakan perubahan mendasar dari kurikulum yang menggunakan beberapa prinsip :
  1. Pendekatan yang menekankan penggunaan matematika dan sains dalam situasi dan minat siswa.
  2. Matematika pengetahuan artinya, bukan hanya menekankan isi matematika dan sains tetapi juga fokus dalam konteks prinsip-prinsipnya.
  3. Penekanan lebih pada konstruksi, interpretasi, koordinasi dan multiple ide
  4. Menekankan agar siswa dapat bereksplorasi menggunakan seluruh panca indranya



Penggunaan Media Alat Peraga
    1. Media Konkrit
Bagi kaum konstruktifisme belajar diartikan sebagai usaha mengubah konsepsi kognitif siswa melalaui usaha stimulan oleh guru menggunakan berbagai metode dan media yang memadai dan mendukung ke arah tersebut. Sehingga oleh Piaget mengistilahkan belajar adalah sebagai proses adaptasai kognitif . Ia mengadopsi istilah evolusi ala Darwin dalam memandang permasalahan ini. Di mana Darwin berpandangan bahwa perkembangan suatu mahluk hidup termasuk manusia di dalamnya seiring waktu berlalu selalu melalui proses adaptasi agar ia selalu dapat bertahan dalam kerasnya kehidupan. Proses adaptasi diperlukan dalam rangka untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berangkat dari persepektif tersebut maka Piaget memandang bahwa struktur otak juga mengalami hal yang sama. Struktur otak atau dalam istilah pendidikan adalah struktur kognitif juga mengalami hal yang disebut dengan adaptasi. Struktur kognitif beradaptasi melalui tiga cara yaitu akomodasi, asimilasi dan generalisasi. Akomodasi adalah proses adaptasi kognitif melalui penggantian konsep dan atau pengalaman lama dengan yang baru karna tidak sesuai lagi dengan struktur kognitif prakonsepsi siswa . Sedangkan asimilasi adalah proses adopsi beberapa konsep dan atau pengalaman baru yang sesuai dengan struktur kognitif prakonsepsi siswa. Sedangakan generalisasi adalah proses menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan konsep.
Berdasarkan prinsip belajar kontruktifistik maka perantara pembelajaran yang tepat yang dapat menyampaikan pesan pembelajaran secara tepat adalah media konkrit. Dimana pengertian media konkrit dalam konteks pendidikan adalah benda benda yang dapat menjadi perantara menyampaikan pesan pembelajaran dari guru kepada siswa . Dipilih “benda” adalah untuk menegaskan bahwa obyek tersebut dapat diterima langsung oleh panca indra manusia, sehingga pada saat guru membelajarkan sesuatu yang berhubungan dengan suatu benda maka ada baiknya benda tersebut ditampilkan jika memungkinkan dan apabila tidak dapat digunakan dalam bentuk miniatur atau manipulatif baik manual ataupun elektronik. Hal yang paling penting adalah siswa mampu mengimajinasikan kesan obyektif terhadap pesan yang sampaikan.
Media didefinisikan sebagai medium yang artinya perantara atau pengantar sehingga terjadi komunikasi antara pengirim dan penerima (Heinich et al, 2002; Ibrahim, 1997; ibrahim et al, 2001) Guru berperan sebagai komunikator dan siswa adalah komunikan sehingga proses pembelajaran termasuk salah satu proses komunikasi. Jadi media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pembelajaran), sehingga merangsang perhatian minat pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Proses pembelajaran adalah sebuah sistem yang menempatkan media pembelajaran dalam posisi penting selain guru, siswa, sumber belajar dan lingkungan belajar. Posisi media dalam sistem pembelajaran tidak dapat digantikan jika ingin mendapatkan hasil belajar yang optimal melalui pembelajaran yang atraktif. Media dapat digolongkan menjadi berbagai jenis berdasarkan pemakaian dan karakteristik jenis media. Terdapat lima model klasifikasi media pembelajaran. Seperti dikemukakan oleh (1) Wilbur Schramm, (2) Gagne, (3) Gerlach adn Ely, dan (4) Ibrahim. Berikut disajikan beberapa penggolongan media pembelajaran menurut para pakar media pendidikan.
Menurut Schramm, media digolongkan menjadi media rumit, mahal dan media sederhana. Ia juga mengelompokkan media menurut kemampuan daya liputan yaitu (1) liputan luas dan serentak seperti TV, radio dan faksimil ; (2) liputan terbatas pada ruangan seperti film, vidio, slide, poster dan audio tape; (3) media untuk belajar individual seperti buku, modul, program,komputer dan telepon.
Menurut Gagne , media dikelompokkan menjadi tujuh kelompok yaitu benda yang akan didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar bergerak, film bersuara dan mesin belajar. Ketujuh kelompok media pembelajaran tersebut dikaitkan dengan kemampuannya memenuhi fungsi menurut hirarki belajar yang dikembangkan yaitu pelontar stimulus bejajar, penarik minat belajar, contoh perilaku belajar, memberi kondisi eksternal, menuntun cara berfikir, memasukkan alih ilmu, menilai prestasi dan memberi umpan balik.
Menurut Allen, terdapat sembilan kelompok media, yaitu visual diam,, film televisi, obyek tiga dimensi, rekaman, pelajaran terprogram, demonstrasi, buku teks cetak dan sajian lisan. Di samping mengklasifikasikan, Allen mengkaitkan antara jenis media pembelajaran dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Allen melihat bahwa media tertentu memiliki kelebihan untuk belajar tertentu, tetapi lemah untuk tujuan belajar yang lain. Allen mengungkapkan enam tujuan belajar, antara lain info faktual, pengenalan visual, prinsip dan konsep, prosedur, keterampilan dan sikap. Setiap jenis media tersebut memiliki perbedaan kemampuan untuk mencapai tujuan belajar (ada tinggi, sedang dan rendah).
Menurut Gerlach dan Ely, media dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri fisiknya atas delapan kelompok, yaitu benda sebenarnya, presentasi verbal, presentasi grafis, gambar diam, gambar bergerak, rekaman suara, pengajaran terprogram dan simulasi. Sementara menurut Ibrahim media dikelompokkan berdasarkan ukuran serta kompleksitas alat dan perlengkapan. Ia membedakan media menjadi media tanpa proyeksi, media tnpa proyrksi tiga dimensi, media audio, telvisi, vidio dan komputer.
Jika dipandang berdasarkan karakteristik media maka media dibedakan menjadi media pembelajaran dua dimensi dan media pembelajaran tiga dimensi. Media pembelajaran dua dimensi digolongkan kedalam media grafis, media bentuk papan, media cetak dan media lain yang penampakannya bebentuk dua dimensi. Sedangka media tiga dimensi digolongkan menjadi belajar benda sebenarnya melalui karyawisata, spesimen, media tiruan berupa miniatur atau bentuk lainnya.melalui peta timbul, dan bentuk lainnya yang dapat dilihat secara tiga dimensi.
Dengan penjabaran di atas maka segala media karakteristiknya adalah berusaha memvisualisasikan segala bentuk pesan sehingga siswa menangkap pesan yang disampaikan yang selanjutnya dipersepsikan dalam struktur kognitif menjadi konsep. Pesan yang dismpaikan dari media apapun bentuknya akan mengalami proses encoding perseptions dalam pikiran siswa. Tinkatan persepsi siswa terhadap pesan dari media dalam bentuk apapun tergantung dari prakonsepsi siswa. Jika dalam struktur kognitif siswa sudah tertanam suatu konsep (prakonsepsi), dimana kemudia diberikan konsep baru yang maka proses adaptasi kognitif melalui akomodasi dan asimilasi berlangsung. Terjadunya perubahan perilaku yang diharapkan menandakan konsep baru berhasil diadaptasi dan sejalan dengan konsep prakonsepsi yang sudah dimiliki siswa. Itu artinya penggunaan media sebagai penyampai pesan tepat berdasarkan simpul kognitif dan waktu (timingnya) tepat.
    1. Manfaat Media Konkrit
Penggunaan media konkrit dalam proses pembelajaran membawa dampak yang sangat luas terhadap pola pembelajaran tingkat sekolah dasar. Sebagian besar materi pembelajaran di SD bersifat imajinatif baik rasional maupun tidak, baik yang menyangkut saintifik dan non sains. Hal tersebut berbeda dengan pola pembelajaran sekolah kkejuruan yang mutlak harus menampilkan media asli ke dalam ruang belajar. Akan tetapi dengan luasnya bidang pembelajaran di SD yang meliputi IPA, IPS Matematika, Bahasa hingga keterampilan sehingga menyulitkan kita apabila semua pembelajaran harus dilengkapi dengan media asli. Sehingga timbul gagasan untuk memanipulasi benda asli agar menjadi media yang mendekati asli. Hal tersebut akan memudahkan siswa untuk membangun struktur konsepnya di otak. Secara rinci berikut manfaat dari media konkrit
    1. memudahkan siswa dalam membangun struktur kognitif dalam membentuk konsep.
    2. memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran agar sesuai dengan program yang sudah ditetapkan.
    3. mengefektifkan proses pembelajaran
    4. meningkatkan interaksi komponen pembelajaran



    1. Keunggulan Media Konkrit
Media konkrit merupakan media yang saat ini paling dianjurkan penggunaannya oleh para pakar pendidikan, praktisi pendidikan dan pengamat pendidikan. Hal tersebut terjadi karna media konkrit memiliki banyak keunggulan di antaranya adalah :
  1. memiliki tingkat obyektifitas yang tinggi
  2. mudah berinteraksi dengan siswa melalui segenap panca indra
  3. memiliki fleksibilitas yang tinggi dimana dapat digunakan untuk pembelajaran mata pelajaran yang lain
  4. dapat dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi.

    1. Kelemahan Media Konkrit
Disamping memiliki keunggulan media konkrit juga memiliki kelemahan. Sebab setiap benda ataupun hal yang lain di alam ini suatu saat memiliki dampak buruk. Karna hal tersebut selalu dihubungkan dengan faktor kesesuaian hubungannya dengan manusia. Manusia adalah subyek penentui apakah suatu benda atau hal lain merugikan atau menguntungkan. Hal-hal yang merupakan sisi negatif dari benda konkrit adalah berpulang kepada guru itu sendiri karna siswa sangat diuntungkan dalam hal ini. Sisi negatifnya adalah :
      1. sangat merepotkan guru dalam proses persiapan pembelajaran
      2. kadangkala suatu ide, benda dan hal tertentu sangat sulit dimanipulasi
      3. kadangkala ada media konkrit yang sangat menarik perhatian siswa sehingga banyak waktu tersita bukan untuk tujuan yang ada kaitannya dengan materi
      4. sehubungan dengan poin c, maka potensi kegaduhan siswa di kelas akan meningkat.
Sudah barang tentu sisi negatif memerlukan penanganan manajemen kelas yang effektif, sehingga suasana tetap menjadi kondusif walaupun potensi kemungkinan paling buruk terjadi.

    1. Karakteristik Media Konkrit
Digunakannya manipulasi media konkrit didasari oleh suatu alasan yang rasional dan kuat seperti dijelaskan berikut ini. Pada pembelajaran menggunakan kartu bilangan dan garis bilangan adalah jenis alat peraga konkrit manipulatif. Sebabnya adalah sulitnya mencari alat yang konkrit yang tepat untuk materi pembelajaran tersebut.
Secara khusus manipulasi media konkrit yang akan digunakan pada kegiatan saat ini adalah :
        1. Kartu bilangan bergambar
Kartu bilangan di atas dilengkapi dengan kait gantungan yang akan dipakai menggantungkannya pada paku pada garis bilangan, sehingga dapat dimainkan oleh siswa.

        1. Modifikasi garis bilangan
Dimana garis bilangan dibuat dari sebuah papan dimana titik pada bilangan ditandai dengan paku. Paku selain sebagai titik penanda juga berfungsi untuk menggantungkan kartu bergambar bilangan. Sehingga secara bebas dapat dimainkan oleh siswa.
        1. Tehnik Memainkan
Tehnik memainkan peraga tersebut di atas adalah sebagai berikut :
a). Tempelkan papan garis bilangan pada papan tulis
b). Kemudian bagikan kartu bilangan kepada siswa
c). Ajak siswa menggantungkan bilangan pada papan berpaku secara terurut yang dimulai dari bilangan acak bebas sesuai keinginan siswa.
d). Demikian seterusnya sehingga sambil bermain siswa dapat mengurutkan bilangan

4.    Metode Bermain
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat di perlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya siswa belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh guru. Sedangkan pengertian pembelajaran adalah usaha untuk membuat siswa belajar. Dengan mengambil dua pengertian di atas maka metode pembelajaran adalah jalan atau usaha yang ditempuh untuk membuat siswa belajar. Menyimak dari pengertian tersebut maka metode pembelajaran menempati posisi penting dalam memerankan fungsinya sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Berikut beberapa pengertian metode seperti dikemukakan oleh beberapa ahli. Pengertian metode menurut Dr.S. Nasution adalah suatu cara yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam suatu tugas pekerjaan agar dapat mencapai tujuan sesuai yang ditetapkan. Sedangkan menurut Drs. H Abu Ahmad dkk (2005:52) metode adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang diberikan oleh seorang guru atau instruktur. Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
Menurut Syaiful B. Djamarah dkk (2006:82-84), metode berkedudukan :
  1. Sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan pembelajaran
  2. Mensiasati perbedaan individual anak didik
  3. Untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Makin tepat metode yang digunakan oleh guru dalam mengajar diharapkan makin efektif dan efesien dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sudah barang tentu factor lainpun harus diperhatikan seperti ; faktor guru, faktor siswa, faktor situasi, (lingkungan belajar), media dan yang lainnya.
Terdapat banyak ragam metode yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi pembelajaran sperti metode ceramah, metode diskusi, metode bermain, metode eksperimen, metode tutor teman sebaya, metode penugasan, metode observasi, metode bermain dan sebagainya. Saat ini penulis akan mengangkat metode bermain sebagai salah satu alternative dalam membuat suasana belajar lebih kreatif sehingga keterlibatan siswa dalam proses lebih besar.
Salah satu tokoh yang dianggap paling berjasa sebagai pencetus penggunaan metode bermain adalah Plato seorang filsuf Yunani. Ia dianggap sebagai orang pertama yang menyadari dan melihat pentingnya nilai praktis dari bermain. Menurut Plato anak-anak akan lebih mudah mempelajari Aritmatika dengan cara permainan. Sedangkan Sudono (2000:1) mengemukakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi anak.
Dengan bermain anak bisa mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, anak-anak akan lebih senang dan menjadikan si anak lebih aktif. Sebagaimana dikemukakan oleh Mayke (dalam Sudono, 2000:3) bahwa belajar dengan bermain akan memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi serta mempraktekkannya. Arief Sadiman (2002:79) mengatakan permainan dapat dipakai untuk mempraktekkan keterampilan membaca dan berhitung sederhana. Tujuan pemberantasan buta aksara dan buta angka untuk orang dewasa atau pelajaran membaca, menulis permulaan serta matematika adalah yang lazim dikaitkan dengan permainan.
Dalam proses pembelajaran guru hendaknya memberikan kebebasan kepada setiap anak didiknya untuk mengekspresikan apa yang ada dalam pemikiran mereka. Sebaiknya guru juga memberi kebebasan sesuai dengan sifat alami anak sehingga dalam mengembangkan kreatifitasnya anak tidak merasa takut untuk memiliki pendapat berbeda dengan gurunya
Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa metode bermain yang dimaksud adalah suatu cara yang digunakan dalam melakukan kegiatan untuk menjelaskan konsep abstrak dalam matematika yang lebih menyenangkan Hal tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah ketakutan siswa terhadap pelajaran matematika sehingga siswa lebih paham dan lebih lama mengingatnya.
Berikut dikemukakan beberapa pendapat para ahli berupa teori tentang pentingnya penggunaan metode bermain diantaranya seperti diuraikan di bawah ini.

Teori-teori Belajar
  1. Teori Belajar menurut Behavioristik (Thordinke)
Belajar merupakan proses pembentukan hubungan yang erat antara stimulus (S) dengan respon (R) semakin erat hubungan antara hubungan S-R maka proses belajar telah berlangsung dengan baik. Belajar merupakan teori yang diutamakan latihan-latihan. Teori ini juga akan mencoba berbagai cara dan usaha untuk mendapatkan respon yang benar. Dalam belajar dengan cara ini harus ada: 1) motif pendororng kegiatan, 2) ada bermacam-macam respon dalam situasi tertentu, 3) ada eliminasi mencapai tujuan. Hukum dalam teori Thordinke ada
tiga tahap yaitu : 1) Low readness yaitu kesiapan stimulus dalam bereaksi, jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan bereaksi, maka reaksi memuaskan. 2) Low of exerscises (hukum latihan, yaitu apabila S_R sering dilakukan atau dipraktekkan maka hubungan ini semakin kuat. Dalam praktek ini diberikan hadiah bagi respon yang benar. 3) Law of Effect (Hukun Akibat) yaitu apabila hubungan S_R dibarengai dengan pengaruh yang memuaskan maka hubungan ini menjadi kuat.
  1. Teori dari sudut pandang psikonalisa (Sigmund Freud)
Sigmund Freud, memandang bermain sama seperti fantasi atau lamunan. Melalui bermain ataupun fantasi seseorang dapat memproyeksikan harapan-harapan serta pengalaman yang menyenangkan. Freud percaya bahwa bermain penting dalam perkembangan emosi anak. Perkembangan emosi anak yang dimaksud adalah dengan bermain proses belajar-mengajar menjadi lebih menyenangkan dan dapat merangsang belajar siswa sehingga prestasi siswa dapat meningkat. Pandangan Freud tentang bermain akhirnya memberi ilham atau inspirasi kepada para ilmu jiwa untuk menggunakan bermain sebagai alat diagnosa ataupun “mengobati” anak yang bermasalah.
  1. Teori Belajar Kognisi
1) Menurut Piaget, anak menjalani tahapan perkembangan kognisi dan sampai akhirnya proses berfikir anak menyamai proses berfikir orang dewasa. Dalam teori Piaget, bermain bukan saja mencerminkan tahap perkembangan kognisi anak itu sendiri. Piaget juga mengemukakan bahwa saat bermain anak-anak tidak belajar sesuatu yang baru, tetapi mereka belajar mempraktekkan dan mengkonsolidasi keterampilan baru yang diperoleh. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa dengan bermain, keterampilan baru yang diperoleh melalui praktek tidak akan segera hilang dan akan selalu diingatnya sehingga belajar dapat meningkat.
2). Vygotsky memandang bermain identik dengan kaca pembesar yang dapat menelaah kemampuan baru dari anak yang bersifat potensial sebelum diaktulisasikan dalam situasi lain, khususnya dalam kondisi normal seperti di sekolah. Pandangan Vygotsky mengenai bermain bersifat mennyeluruh, dalam pengertian selain untuk perkembangan kognisi, bermain juga mempunyai peranan penting bagi perkembangan sosial dan emosi anak. Dengan demikian melalui bermain, anak dapat memiliki perhatian, daya ingat, dan kerjasama yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
3). Teori Jerome Singer (1937), menegaskan bahwa menggunakan metode bermain sebagai usaha untuk menggunakan kemampuan fisik dan mental guna mengatur atau mengorganisasi pengalamanny. Bermain memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk menjelajahi dunianya serta mengmbangkan kreativitasnya.
4). Teori Robert White (1959) yang menjelaskan bahwa bahwa kegiatan bermain pada anak tidak membutuhkan hadiah ataupun reward namun mereka bermain untuk kegiatan itu sendiri. White mengemukakan bahwa dengan adanya kegiatan bermain anak-anak akan memperoleh kepuasan pribadi karena merasa kompeten. Keberhasilan melakukan sesuatu atau memperoleh tanggapan dari lingkungannya sudah merupakan hadiah tersendiri bagi anak. Bermain dapat merupakan cara anak bertindak menurut kehendaknya sendiri dalam tindakan yang efektif. Jadi, dengan adanya kegiatan bermain itu sendiri dapat membuat siswa merasa senang dan ingin mengulanginya lagi.
5). Teori Jerome Brunner menyatakan bahwa belajar matematika akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang termuat dalam pokok bahasan yang akan diajarkan, disamping hubungan-hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Brunner melukiskan anak-anak berkembang melalui tiga tahap perkembangan yaitu: (a).Tahap Enactive Dalam tahapan ini anak-anak langsung terlibat dalam menggunakan/ memanipulasi objek. (b). Tahap Iconic dimana dalam tahap ini kegiatan anak-anak mulai menyangkut mental yang merupakan gambaran dari obyek-obyek yang dimanipulasinya. Pada tahap ini anak-anak tidak langsung dari objek. (c). Tahap Simbolik yaitu tahapan ini siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terkait objek-objek pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.
6).Teori Belajar Dienes yang mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam Matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik. Konsep-konsep Matematika dipelajari menurut tahapan-tahapan bertingkat dalam belajar mamatika. Adapun tahapan-tahapan tersebut yaitu: (a). Permainan bebas adalah tahap belajar konsep yang terdiri dari aktivitas yang tidak terstruktur dan tidak diarahkan. Hal ini memungkinkan siswa untuk bereksperimen dan memanipulasi benda-benda konkrit dan abstrak dari unsur-unsur yang dipelajari. (b). Permainan yang menggunakan aturan
Pada tahap ini siswa sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam suatu konsep. Melalui permainan siswa diajak untuk mulai mengenal dan memikirkan struktur Matematika. (c). Permainan mencari persamaan sifat dimana pada tahap ini siswa mulai diarahkan untuk menemukan struktur yang menunjukkan kesamaan yang terdapat dalam permainan yang dimainkan (d). Permainan dengan reperesentasi yaitu merupakan tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Pada tahap ini anak mencari gambaran konsep kesamaan sifat dari situasi tertentu. (e). Permainan dengan simbolisasi dimana tahap ini merupakan tahap belajar konsep pada saat anak perlu merumuskan reperesentasi pada setiap konsep dengan menggunakan simbol Matematika atau dengan perumusan verbal yang sesuai. (f) Formalisasi
tahapan mempelajari suatu konsep dan struktur matematika yang saling berhubungan. Dalam hal ini anak harus mengurut sifat-sifat itu untuk dapat merumuskan sifat-sifat baru

Kerangka Konseptual
Dalam kegiatan belajar mengajar penggunaan metode mengajar matematika harus disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Untuk anak/ peserta didik pada jenjang pendidikan permulaan pada umumnya masih senang bermain-main, maka pengajaran matematika akan lebih berhasil bila menggunakan metode bermain, karena anak didik dilibatkan secara aktif bermain dalam situasi nyata yang berkaitan dengan matematika. Dengan metode bermain pengajaran matematika akan lebih menarik dan menyenangkan karena menggunakan benda-benda konkret yang telah dikenal oleh siswa, sehingga siswa akan lebih termotivasi dalam belajar dan meningkatkan hasil belajar matematika khususnya pada materi mengurutkan bilangan menggunakan garis bilangan. Selain menyenangkan bermain juga membantu anak untuk memahami materi pelajaran dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Mengurutkan bilangan dilakukan secara bertahap dari bilangan satuan, puluhan, ratusan bahkan dapat di acak antara satuan puluhan dan ratusan. Dengan kemampuan siswa yang mahir dalam mengurutkan bilangan dari kecil ke besar dan sebaliknya sehingga dapat menjadi dasar bagi pembelajaran selanjutnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read User's Comments1